TERM SAIL DALAM AL-QUR’AN (Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure)
Abstrak
Istilah Sail dalam Al-Qur'an, menurut berbagai studi, merujuk pada “seorang pengemis.” Praktik meminta-minta berdampak negatif terhadap nilai moral dan etika dalam masyarakat, mengikis integritas dan kejujuran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna Sail dalam QS. Al-Baqarah ayat 177 dan QS. Ad-Dhuha ayat 10, serta mengeksplorasi bagaimana konteks dan prinsip semiotika dapat menekankan bahwa istilah Sail seharusnya tidak diartikan sebagai “pengemis.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap makna yang relevan dengan isu sosial saat ini dan untuk memeriksa dampak praktik meminta-minta yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Penelitian ini bersifat kualitatif, deskriptif, dan analitis, dengan menggunakan pendekatan semiotik Ferdinand de Saussure. Data utama berasal dari QS. Al-Baqarah ayat 177 dan QS. Ad-Dhuha ayat 10. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, dalam QS. Al-Baqarah ayat 177, makna Sail mengindikasikan bahwa mereka yang meminta bantuan memiliki hak atas harta orang-orang beriman, dan bahwa pemberian harus dilakukan dengan tulus dan penuh cinta kepada Allah. Kedua, makna Sail dalam QS. Ad-Dhuha ayat 10 menginstruksikan umat Islam agar tidak menegur atau memperlakukan pengemis dengan keras, baik dalam hal materi maupun nasihat. Larangan terhadap kekasaran ini mencerminkan ajakan untuk bertindak dengan kelembutan dan kasih sayang. Ketiga, menafsirkan Sail dalam konteks isu-isu kontemporer menyoroti pentingnya solidaritas sosial, integritas, dan kejujuran, serta menciptakan lingkungan yang harmonis dan memberikan makna serta tujuan dalam hidup.
Referensi
Ad-Dausy, M. (n.d.). I’robul Qur’an Al-Karim Wa Bayanuhu. Mujalod 1.
Ahmad Syarifuddin (2019). “Analisis Tafsir QS. Al-Duha Ayat 10 dalam Konteks Sosial”. Jurnal Studi Al Qur'an, Vol.8, No.2.
Ali Imron Al-Ma'ruf (2021). “Konsep Syukur dalam Al-Quran dan Implementasinya dalam Kehidupan Sehari-hari”. Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 20, No. 2.
Al-Jawi, M. N. At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl. Surabaya: al-Hidayah, Juz II.
Al-Maraghi, M. (1946). Tafsir Al-Maraghi, Jilid 30. Kairo: Syirkah Maktabah Wa Mathba’ah Al-Bab Al-Hali wa Awladidhi.
Askar, S. (2009). Kamus Arab-Indonesia al-Azhar. Jakarta: Senayan Publisin.
Ath-Thabari, A. J. M. B. (2008). Tafsir Ath-Thabari Jilid 3: Surah al-Maarij. Ed. Besus Hidayat Amin and Mukhlis B. Mukti. 2nd ed. Jakarta: Pustaka Azzam
At-Thobari (1992), Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an Mesir: Daar al-Ma'arif.
Az-Zuhaili, W. b. M. (1418 H). At-Tafsir Munir. Damaskus: Darul Fikr.
Barthes, R. (2007) Petualangan Semiologi. Terj. Sterphanus Aswar Herwunarko, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daud, M. (2008). Mu’jam Al Furuq Ad-Dilaliyah Fil Qur’anul Karim. Qahirah: Darul Ghorib.
Departemen Agama RI. (2012). Al-Qur’an dan Pemberdayaan Kaum Dhuafa (Tafsir Al-Qur’an Tematik). Jakarta: Aku Bisa.
Eco, U. (1996). Sebuah Pengantar Menuju Logika Kebudayaan. Dalam Serba-Serbi Semiotika. Terj. Lucia Hilman, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fitriah Suud dan Subandi (2018). “Kejujuran dalam Perspektif Psikologi Islam”. Jurnal Psikologi Islam, Vol. 4, No.2.
Rahardjo, M. (2006). Ferdinand de Saussure: Bapak Linguistik Modern dan Pelopor Strukturalisme.
Husin, M. (2019). Pengemis Dalam Perspektif Al-Qur'an Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Pengemis. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ibnu Katsir (2000). Tafsir Ibn Katsir. Riyadh: Darussalam Publishers.
Irawan MN, A. (2013). Pesan Al-Qur’an untuk Sastrawan. Yogyakarta: Jalasutra,